Bahas Krisis Lingkungan, Ketua STIS Al-Aziziyah Sabang Tekankan Pentingnya Fikih Ekologi di SLA VII WALHI Aceh

- Jurnalis

Sabtu, 13 September 2025 - 13:49 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Banda Aceh,– Krisis lingkungan global yang kian mengkhawatirkan menjadi tantangan serius bagi umat manusia. Dalam forum SLA VII WALHI Aceh, Dr. Tgk. Muslem Hamdani, MA Ketua STIS Al-Aziziyah Sabang menegaskan bahwa Islam melalui konsep fikih ekologi memberikan solusi normatif untuk menjaga keseimbangan alam, dengan menggabungkan prinsip syariat dan kearifan lokal masyarakat Aceh. Jumat 12 Sep 2025 di ruang aula Walhi Aceh

 

“Manusia sebagai khalifah di bumi memiliki tanggung jawab menjaga dan memakmurkan, bukan merusak,” tegas Dr. Muslem merujuk pada Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 30) serta hadis Nabi tentang kesucian darah, harta, kehormatan, dan tanah. Prinsip-prinsip fikih ekologi yang dipaparkan meliputi: menjaga lingkungan (hifdz al-bi’ah), keadilan ekologis, serta larangan melakukan kerusakan (la dharar wa la dhirar).

Baca Juga :  Bangun Relasi, DEMA STIS Al-Aziziyah Sambangi Biro Isra Aceh

 

Etika lingkungan dalam Islam juga ditekankan, mulai dari hemat air saat wudhu, menjaga kebersihan, menanam pohon, hingga mengelola sumber daya secara berkelanjutan. Hal ini selaras dengan kearifan lokal Aceh, seperti hukum adat laot (melarang bom, racun, leumpen), hukum adat uteun (hutan larangan), tradisi meuseuraya (gotong royong), hingga kenduri laot dan uteun sebagai ekspresi syukur sekaligus pesan moral menjaga alam.

 

“Sinergi Islam dan adat Aceh melahirkan peradaban ekologis yang berkelanjutan. Islam memberi norma, adat memberi praktik aplikatif,” jelasnya.

Baca Juga :  Bawaslu Kota Sabang Gelar Diskusi Publik, Perkuat Peran Pengawas Pemilu Pasca Putusan MK

 

Untuk implementasi, Dr. Muslem yang juga Alumni Mudi Mesra mendorong pendidikan ekologi Islami melalui dayah, sekolah, dan masjid, revitalisasi hukum adat dengan memperkuat peran panglima laot serta keuchik, serta dukungan qanun syariat dan adat. Kolaborasi ulama, pemerintah, tokoh adat, akademisi, dan masyarakat dianggap kunci menjaga kelestarian lingkungan di Aceh.

 

Kesimpulannya, fikih ekologi tidak hanya menawarkan solusi teologis atas krisis lingkungan, tetapi juga memandang menjaga alam sebagai bentuk ibadah. Dengan menggabungkan syariat Islam dan kearifan lokal Aceh, diharapkan lahir peradaban ekologis yang adil, lestari, dan berkelanjutan

 

Berita Terkait

Bangun Relasi, DEMA STIS Al-Aziziyah Sambangi Biro Isra Aceh
Berita ini 25 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 13 September 2025 - 13:49 WIB

Bahas Krisis Lingkungan, Ketua STIS Al-Aziziyah Sabang Tekankan Pentingnya Fikih Ekologi di SLA VII WALHI Aceh

Jumat, 12 September 2025 - 23:45 WIB

Bangun Relasi, DEMA STIS Al-Aziziyah Sambangi Biro Isra Aceh

Berita Terbaru

Wisata

6 Objek Wisata Eksotis di Sabang yang Harus di kunjungi

Jumat, 12 Sep 2025 - 23:39 WIB